Rabu, 15 September 2010

CeriTa Jogja



Melalangbuana-Jogja

Sengaja selama dua minggu aku melalang ke Jogja. Jogja kota budaya, Jogja kota bersahaja dan yang pasti Jogja kota Mahasiswa. Perjalanan ini merupakan hal yang paling men-Jemukan di kota bekas kasultanan Mataram ini. Hampir tidak ada kesan yang mengasikan, semuanya serba membosankan.

Hari pertama aku berangkat via stasiun Senen turun di stasiun Tugu, Jogjakarta. Saat turun mau keluar bingung, lupa jalan keluar maklum dah lama tidak masuk-keluar Tugu. Stasiunnya sekarang masalahnya tambah bagus dan luwes. Kayaknya memang habis di dandanin sama PT KAI untuk pemugaran stasiun-stasiun di Jawa. Terakhir kali aku nangkring di Tugu pada saat jaman SMA waktu kluyuran ikut acara sekatenan dengan Nggerbong kereta barang. Jadi waktu keluar tanya mbak-mbaknya halte Transjogja disebelah mana! Pas keluar, Busyet kayak artis aja dah. Sepanjang jalan dikerubungin tukang ojek sama bapak-bapak yang menjajakan jasa becak. Layaknya artis juga aku mencuekin mereka dan jalan terus dengan kalemnya menuju halte Transjogja. Tengok kanan-kiri, garuk-garuk kepala ternyata yang dicari nggak ketemu-ketemu juga. Kepalang tanggung malu sama bapak-bapak ojek langsung keluarin HP telfon temen buat jemput. Sebenarnya aku nggak mau ngrepotin temenku yang satu itu tapi apa daya keadaan yang memaksakan. Hampir setengah jam aku bengong nungguin tuh bocah tetapi akhirnya nongol juga.

Hari kedua aku numpang tidur dikosannya mas Pangki. Tak dinyana ternyata tempatnya udah penuh sama anak-anak yang numpang juga. Waduh jadi nggak enak hati, masalahnya satu kamar jadinya ditempatin sama 5 orang. Terpaksa mengalah buat nyari tumpangan tidur tetangga kos yang aku ngak kenal. Namun akhirnya bisa tidur dengan lumayan nyeyak juga ( matur suwun buat dik Darsono buat tumpangannya ).

Empat hari berikutnya kerjaannya cuman kongko-kongko sama anak kos, maen PS sama Nggopi Jos di Tugu. Tetapi ada sedikit kegiatan yang sebenarnya lumayan mendidik untuk belajar berwirausaha. “ Julan Kelapa Muda” di bunderan lembah UGM. Yup, selama hampir seminggu waktuku dihabiskan buat membantu temen seperjuangan dengan menjajakan es Kelapa Muda asli dari pohonnya ( Glundungan ). Aku sangat belajar daripada penjajaan minuman ini. Dari yang mengasikan karena dari hari pertama lapak kita-kita yang selalu paling rame hingga yang agak menyedihkan sekaligus membikin malu yaitu diomelin sama embah-embah karena mengotorin ladangnya dengan cumplung sampah kelapa. Wuih, mati rasanya saat mbah kakung itu datang misuh-misuh  dengan gaya jawa, telajang dada dan agak mirisnya membawa arit.
 
Mbah,: “ mas sampeyan sing dodol degan sampahe ojo di buang neng      kene! Opo rumangsane iki tempat mbuang sampah po?”
“Ra weruh kowe nek tanduranku podho mati kabeh yo?” ( mencak-mencak dengan mengacungkan arit )
Nomeng : “ pundhi mbah, oh pangaputen mbah wong niku sing mbuang cumplunge pelanggan mbah sanes kulo” ( menimpalinya, dan aku yakin gemeteran si nomeng )
Mbah : “ La kowe sing dodolan mbok dideloke ! ojo mung plonga-plongo thok.”
Nomeng : “ mbah, mboten kula piyambak sing mbuang sampah liyane juga sami-sami mbuang sampah kok “! ( coba membela diri )
Mbah : “ di omongi kok ngeyel, KOWE NANTANG PO ? poso-poso kok gawe kesuh wong” ( mencak-mencak lagi lebih agak lebih agresif )
Nomeng : “nggih mpun mbah, ngenjang pun mboten woten niku sampah” (ngalah nomeng, mbah-mbahnya habis di damaikan mas-mas sebelah lapak kemudian pergi sambil menggerutu sendiri )

Mak nyos, diam seribu bahasa sekaligus takut dan yang lebih parah malu sama orang lapak-lapak sebelah. Besoknya instirahat nggak jualan lagi. Padahal lumayan lo cuman sesorean bisa laku 40an kelapa muda. Dengan satuan Rp 5000 berarti dapat dua ratusan ribu dipotong mbayar retribusi tiga ribu dan pekerja ( temen-temen ) tiga puluh ribu. Utungnya selama seminggu bisa nyampe lima ratus ribuan lo. Tak mengapalah kata orang pengalaman adalah guru yang berharga. “Meng jangan kecil hati tahun depan kita jualan lagi ( hehehehhe )”.

Dua hari menjelang aku mau balik Jakarta dapat hal yang nggak mengenakan lagi ( harusnya kalo nggak enak kasih kucing aja wkwwkk ). Waktu itu dalam acara kunjungan ke tempat kos adik perempuanku di Karangmalang. Agak kecewa aku dibuatnya ( ibu kos ) padahal dia kan tahu seharusnya aku ini kakaknya kok masih nggak percaya. Hampir seharian aku tidur-tiduran di kosan si gendhok ( adiku ) dari jam 11-10 malam. La wong namanya kakak-beradik kan lumrah kalo pintunya kosan ditutup karena aku ngantuk trus ketiduran sampeh malam. Lagian seharusnya ibu kos tahu kalau aku ini sesungguhnya dan yang pasti dari awal aku kan sudah mengenalkan diri dengan baik-baik bahwa aku ini kakak aslinya/kandung bukan kakak yang ketemu gedhe. Eee kok tiba-tiba jam 10an mencak-mencak “ mas kalo dikamar pintu jangan ditutup lagian ini udah jam sepuluh.” Langsung malu aku sekaligus agak gusar juga karena merasa dicap bukan kakaknya. Memang dalam peraturan jam kunjungan kos putri sampai jam 10an tetapi aku dulu kan pernah bilang bolehkah soudara menginap. Dan kalau tidak salah ingat beliau menganggukan kok. Besoknya si gendhok minta pindah kos.  Weleh jadi tanggungan lagi karena besok harinya kan aku harus balik Jakarta.

0 komentar: